Wednesday, April 9, 2008

respon kepada “ISLAM MEMBENARKAN UMAT BERDEMONSTRASI”

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarkatu . . .
Maaf sebelumnya, tapi apa yang saudara katakan sangat tidak sesuai dengan realita yang ada, lagipula penjelasan saudara sangat memisahkan demokrasi dan paham-paham yang menyertainya (liberalisme, sekularisme, dan kapitalisme) . . .
Bagaimana demokrasi sesungguhnya . . . ?
KELAHIRAN DEMOKRASI
Secara etimologis, kata Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu Demos yang berarti ‘Rakyat’ dan Kratos/kratein yang berarti ‘Pemerintahan’. Sehingga demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat. Atau seperti yang dikatakan oleh Presiden USA Abraham Lincoln (1860-1865), bahwa demokrasi adalah “from the people, by the people and for the people” (dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat). Dari sinikah demokrasi bermula?Demokrasi lahir pada akhir abad ke-18 sebagai buah pemikiran filosof dan pemikir di Eropa dan Rusia (bukan merupakan buah pemikiran orisinil, sebab masyarakat Yunanilah yang pertama mencetuskanya).Pada saat itu, di 13 koloni Inggris di pantai timur Amerika serta Kekaisaran Prancis terbelah : yang pro raja dan gereja (dipimpin oleh para bangsawan) dan yang kontra raja dan gereja (dipimpin para filosofis dan kaum borjuis). Para raja dan kaisar ini mengembangkan opini bahwa raja dan kaisar adalah wakil Tuhan (merupakan perpanjangan tangan-Nya) di muka bumi serta teori “Kedaulatan Tuhan” (Divine Rights). Dengan teori ini posisi raja dan kaisar yang sudah stabil tidak digugat. Para raja dan kaisar itu kemudian memanfaatkan para rohaniwan sebagai tunggangan untuk mendzalimi rakyat, sehingga berkobarlah pergolakkan sengit antara mereka dengan rakyat. Pada pergolakkan ini, rakyat diwakili oleh para filosof dan kaum borjuis serta para bangsawan dan bahkan keluarga kerajaan yang menjadi huguenot .Pada saat itulah para filosof bangkit. Kebangkitan filosof ini ternyata tidak disertai dengan landasan pemikiran yang sama. Ada filosof yang mengingkari sepenuhnya keberadaan agama dan ada filosof yang kemudian mengakui keberadaan agama tetapi menyerukan pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme).Perbedaan dalam kubu filosof ini kemudian berakhir dengan sebuah “jalan tengah”. Jalan tengah ini menghasilkan 4 buah pemikiran. Pertama, Paham Sekularisme, yang menyatakan bahwa rakyat tidak perlu terikat pada aturan gereja dalam kehidupan publik. Alhasil, teori ini kemudian berhasil memisahkan agama dan gereja dari kehidupan bernegara, yang selanjutnya berhasil menjauhkan agama dari pembuatan peraturan dan undang-undang, pengangkatan penguasa, dan pemberian kekuasaan kepada penguasa. Kedua, Paham Liberalisme, yang menegaskan pola pikir dan pola sikap rakyat hendaknya terserah pada rakyat sendiri. Selanjutnya teori pertama dan kedua itu kemudian mengilhami lahirnya Paham Kapitalisme, yang menyerukan agar rakyat (termasuk didalamnya kaum borjuis) terlibat besar dalam ekonomi, dan pemerintah hanya sebagai “wasit ekonomi” saja.Selanjutnya pemikiran-pemikiran diatas kemudian menciptakan sebuah sistem pemerintahan yang sekarang lebih dikenal sebagai “DEMOKRASI”. Secara umum, demokrasi merupakan penegasan teori “kedaulatan rakyat” sebagai lawan dari teori kedaulatan Tuhan (Divine Rights). Demokrasi juga menegaskan teori “vox populi vox Dei” (suara rakyat adalah suara Tuhan). Sehingga tidak ada ketentuan Tuhan mengatur rakyat dalam kehidupan publik. Sebaliknya, suara publik itu sendirilah yang harus diakui sebagai pencerminan “suara Tuhan”. Jadi, ide pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) adalah aqidah yang telah melahirkan demokrasi, sekaligus merupakan landasan pemikiran yang mendasari ide-ide demokrasi.Sehingga, secara umum dapat digambarkan bahwa demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang dibuat manusia, dengan tujuan untuk membebaskan diri dari kedzalimandan penindasan para penguasa terhadap manusia atas nama agama. Demokrasi adalah suatu sistem yang bersumber dari manusia. Tidak ada hubungannya dengan wahyu atau agama.PERKEMBANGAN DEMOKRASIDemokrasi seperti yang telah diketahui, adalah sistem pemerintahan yang berlandaskan dua ide, yaitu :1. Kedaulatan di tangan rakyat.2. Rakyat sebagai sumber kekuasaan.Ide ini kemudian disebarkan oleh para filosof untuk menghancurkan ide Hak Ketuhanan secara menyeluruh, dan untuk memberikan hak pembuatan peraturan dan pemilihan penguasa kepada rakyat. Kedua ide tersebut didasarkan pada anggapan bahwa rakyat adalah ibarat tuan pemilik budak, bukan budak yang dikuasai tuannya. Jadi rakyat ibarat tuan bagi dirinya sendiri, tidak ada satu pihak pun yang dapat menguasainya. Rakyat harus memiliki kehendak dan melaksanakannya sendiri. Jika tidak demikian berarti rakyat adalah budak, sebab perbudakkan artinya ialah kehendak rakyat dijalankan oleh orang lain. Maka apabila rakyat tidak menjalankan kehendaknya sendiri, berarti rakyat tetap menjadi budak. Dengan demikian, rakyat bertindak sebagai Musyarri’ (pembuat hukum) dalam kedudukannya sebagai pemilik kedaulatan, dan bertindak sebagai Munaffidz (pelaksana hukum) dalam kedudukannya sebagai sumber kekuasaan.Demokrasi dalam maknanya yang asli, adalah ide khayal yang tidak mungkin dipraktekkan. Demokrasi belum dan tidak pernah terwujud sampai kapanpun. Sebab, berkumpulnya seluruh rakyat disatu tempat secara terus menerus untuk memberikan pertimbangan dalam berbagai urusan adalah hal yang mustahil. Demikian pula keharusa rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengurus administrasinya adalah hal yang mustahil.Oleh karena itu, para penggagas demokrasi lalu mengarang suatu manipulasi terhadap ide demokrasi dan mencoba menakwilkan serta mengada-adakan apa yang disebut dengan “kepala negara”, “pemerintah” dan “dewan perwakilan”. Dan dengan menafsirkan bahwa ketiga pilar ini merupakan wakil rakyat yang dipilih dari suara “mayoritas rakyat”.Klaim ini (klaim bahwa kepala negara, pemerintah, dan anggota parlemen dipilih berdasarkan mayoritas suara rakyat, bahwa dewan perwailan adalah penjelmaan politis kehendak umum mayoritas rakyat dan bahwa dewan tersebut mewakili mayoritas rakyat), semuanya adalah klaim yang sangat tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.Sebab, anggota parlemen sesungguhnya hanya dipilih sebagai wakil dari minoritas rakyat – bukan mayoritasnya – mengingat kedudukan seorang anggota di parlemen itu sebenarnya dicalonkan oleh sejumlah orang, bukan oleh satu orang. Karena itu suara para pemilih di suatu daerah, harus dibagi dengan jumlah orang yang mencalonkan.Sehingga, teori bahwa suara bulat (mayoritas) adalah ciri yang menonjol dalam sitem demokrasi dan pendapat mayoritas menurut demokrasi merupakan tolok ukur hakiki yang akan dapat mengungkapkan pendapat rakyat sebenarnya adalah teori yang masih dipertanyakan kebenarannya. Bahkan dapat dikatakan merupakan hal yang sama sekali tidak sesuai dengan kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari.Dalam realitasnya, pada negara-negara yang berubah menjadi demokrasi berlangsung dua proses berikut, yaitu :Pertama, dengan dipelopori para filosof, dengan sekularisme dan liberalismenya, kedaulatan rakyat berarti rakyat semakin jauh dari kedaultan penguasa (otokrasi) dan kedaulatan gereja (teokrasi). Kedaulatan rakyat berarti lawan dari kedaulatan nilai dan kedaulatan penguasa.Kedua, dengan melihat fakta bahwa “rakyat yang paling kuat” adalah kaum Borjuis (kaum kapitalis, para pemilik modal) maka otomatis rakyat berada dalam kekuasaan kaum borjuis. Kedaulatan rakyat berarti “kedaulatan pemilik modal” (korporatokrasi). Lebih lanjut lagi, demokrasi kemudian dijadikan standar format politik dalam ideologi Kapitalisme.Sehingga dapat dikatakan bahwa demokrasi adalah sistem yang mewakili keinginan-keinginan para pemilik modal (kaum borjuis), dan sama sekali tidak mewakili apa yang dirasakan oleh rakyat miskin (rakyat mayoritas).Hal ini senada dengan fakta bahwa semakin lama negara-negara demokrasi semakin tunduk pada pemilik modal. Presiden Abraham Lincoln boleh saja mengatakan bahwa demokrasi adalah “from the people, by the people and for the people”. Namun presiden Rutherfor B. Hayes (1876) mengatakan bahwa kondisi di Amerika pada saat itu adalah “from company, by company, and for company”.Selama dua abad ini, kekuasaan pemilik modal pun semakin kuat bahkan lintas negara. Herzt mengatakan bahwa dari 100 pemegang kekayaan terbesar di dunia, 49 adalah negara, 51-nya adalah korporasi. Ini berarti peta dunia selama ini kurang lengkap karena hanya memuat peta negara. Padahal korporasi telah mempunyai kekuatan melebihi negara. Indonesia dulu hanya menyerahkan perkebunannya pada satu korporasi, VOC (yang juga sebesar negara). Sekarang negeri ini telah menyerahkan pertambangan dan perminyakannya pada beberapa VOC baru. Rakyat pun harus membeli berbagai kebtuhannya pada mereka dengan harga tinggi.“WAJAH BURUK” DEMOKRASIBagi negara-negara yang menerapkan demokrasi, maka negara tersebut akan masuk dalam cengkraman korporatokrasi. Mengapa demikian? Hal ini bisa diketahui jika kita mencermati faktor-faktor yang sangat mempengaruhi demokrasi, yaitu demokrasi itu sendiri serta Pemilu sebagai bagian penting demokrasi.Dalam demokrasi dikenal empat prinsip: kebebasan berpendapat, berperilaku/berekspresi, kebebasan beragama, serta kebebasan kepemilikan.Kebebasan berpendapat menurut orang-orang kapitalis berarti bahwa setiap orang memiliki hak untuk menyatakan pendapat apa saja di segala bidang dan segala persoalan tanpa terikat dengan batasan apapun. Di Indonesia, setiap jenjang pendidikan selalu mempelajari mengenai norma-norma yang selalu berkembang di masyarakat. Namun apakah norma-norma itu kemudian mampu mengatur kehidupan seseorang? Jawabannya tidak. Sebab dengan adanya kebebasan berpendapat, secara real rakyat terbebas dari nilai-nilai atau norma. Dengan kata lain, dengan adanya kebebasan berpendapat, mereka bukan diikat nilai, tetapi justru mencipta nilai. Mereka pun tidak lagi tunduk pada “halal-haram”. Selanjutnya sikap ini mereka implementasikan dalam kebebasan berperilaku.Kebebasan berperilaku dimaknai bahwa seseorang berhak menjalani kehidupan pribadinya sekehenaknya dengan syarat, tidak melanggar kehidupan pribadi orang lain. Sehinggga yang penting, orang dianggap sah melakukan suatu perbuatan menurut undang-undang, padahal dapat saja undang-undang itu berubah dan berbeda sesuai dengan konteks waktu dan tempat pada berbagai masyarakat Kapitalisme. Agama jelas tidak mempunyai pengaruh sama sekali dalam kebebasan ini. Sebab, menurut kapitalisme, peraturan yang ada memang harus dipisahkan dari agama.Dalam kebebasan beragama juga sebenarnya telah mengandung arti yang sama. Arti bahwa agama hanyalah urusan individu dan tuhannya. Ini berarti agama tidak bisa mengintervensi kehidupan publik. Sehingga, kebebasan beragama merupakan perwujudan dari paham sekularisme.Kita ketahui bahwa dari tiga jenis kebebasan ini maka hasilnya adalah rakyat terbebas dari nilai-nilai atau norma. Fakta ini sekaligus menggambarkan bahwa rakyat telah terbebas dari kedaulatan kekuasaan dan kedaulatan nilai (tahap pertama).Adapun dengan kebebasan kepemilikan, diyakini bahwa setap orang bebas memiliki apapun asalkan mampu. Bumi, air dan kekayaan yang menjadi hajat hidup orang banyak tidaklah dikuasai negara. Pihak yang mempunyai dana lebih besarlah yang akan menguaainya. Inilah yang membuat rakyat berada dalam tahap kedua yaitu tahap masuknya rakyat dalam cengkraman korporatokrasi.Dari penjelasan diatas, maka dapat dinyatakan bahwa demokrasi, menampung sekularisme, liberalisme. Lebih dari itu, demokrasi sangat berpihak kepada kapitalisme. Dengan adanya sekularisme dan liberalisme, penegakkan nilai-nilai atau norma yang selama ini menjadi ‘makanan’ siswa-siswi di Indonesia sama sekali tidak dapat diwujudkan. Dan sebaliknya, demokrasi kemudian membuat para pemilik modal semakin kokoh.Lalu apa yang menjadi tujuan dalam demokrasi?Secara umum kondisi rakyat yang menerapkan demokrasi biasanya diwarnai oleh tiga hal: nilai, kekuasaan dan harta. Yang mana yang menjadi tujuan dari tiga hal diatas dan yang mana yang hanya menjadi ‘variabel’ pendukung? Jelaslah, bahwa harta merupakan tujuan konstan yang diupayakan oleh pemerintah. Sementara nilai dan kekuasaan hanyalah alat untuk mendapatkannya.Wajar jika kemudian pemerintah sibuk mencari investor ke luar negeri, bahkan meminta para konglomerat hitam pulang dan menyambutnya dengan karpet merah. Lalu apa alasan yang digunakan pemerintah untuk memperoleh dukungan rakyatnya?Alasannya, pertumbuhan ekonomi 1% akan menyerap 400.000 lapangan kerja, itulah teorinya. Namun apakah ini yang terjadi dalam realitasnya? Dalam realitasnya, kenaikan pertumbuhan ekonomi itu hanya menaikkan kondisi beberapa puluh orang saja. Sebab toh, rakyat tetap saja susah membeli sembako dan BBM walau pertumbuhan ekonomi dinyatakan naik. Namun dunia usaha tidak berpendapat seperti ini.Yang kedua yang perlu diperhatikan ialah pemilu. Dalam pemilu faktor yang sangat dominan adalah suara terbanyak. Namun suara masyarakat dapat dikendalikan oleh media. Benarkah?Sekarang tanya, berapa persen rakyat yang tahu latar belakang bupati dan gubernur bahkan presiden mereka? Berapa persen rakyat yang bisa menilai calon presiden mereka?Dengan menguasai media, calon-calon tersebut dapat meyakinkan masyarakat dengan berbagai hal-hal positif yang dilakukannya. Dengan menguasai media, calon-calon tersebut memanipulasi pendapat rakyat dan mengimingi rakyatnya dengan berbagai janji dengan berbagai fantasi serta ‘utopia’ yang mustahil terwujudkan. Dan harus digaris bawahi bahwa calon yang dapat menguasai media adalah calon yang memiliki kekuasaan dan harta. Sehingga fakta bahwa modallah yang berkuasa tidak dapat terbantahkan lagi.Lalu setelah terpilih apa yang terjadi denga mereka? Masihkah mereka memikirkan rakyatnya? Apakah mereka menepati janjinya?Dengan memahami bahwa para calon pemimpin itu sangat kecil dihadapan para pemegang modal internasional yang kekuasaannya lintas negara, kita bisa memahami pula seberapa jauh para pemimpin itu bisa fokus dan konsisten memikirkan rakyat. Bagaimanapun syarat mereka terpilih adalah yang “pro pasar” bukan “pro rakyat”. Atau dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa mereka yang terpilih adalah mereka yang dapat bekerja sama dengan para pemilik modal, yang mau mendukung para pemilik modal dan bukan rakyatnya. Alhasil, negara demokrasi berarti negara kapitalis.Lalu bagaimana demokrasi dapat berkembang sampai sejauh ini?Demokrasi dapat berkembang sampai sejauh ini dengan berkembangnya anggapan masyarakat bahwa semakin negara demokratis semakin maju negara itu. Selain itu, dinyatakan pula bahwa negara-negara yang Barat yang maju adalah negara-negara demokratis. Juga ditegaskan bahwa demokrasi akan bermanfaat jik yang menang menang pemillu adalah malaikat, bukan setan. Hal ini merupakan omong kosong belaka.Pertama, demokrasi berarti kapitalisme. Dan kapitalisme sangat mendewakan pertumbuhan ekonomi, yang ditafsirkan sebagai pendapatan perkapita. Pendapatan perkapita merupakan hal yang sangat tidak real. Kota semarang mempunyai pendapatan perkapita Rp 19 juta (Rp 1,6 juga/bulan). Ini berarti pendapatan perkeluarga adalah 6,4 juga/bulan (asumsi keluarga terdiri dari empat orang). Kenyataannya, sangat banyak keluarga yang hanya punya Rp 640 ribu perbulan. Jelas konsep ini sangat tidak real. Namun, tentu saja hal ini akantetap dibela oleh eksekutif pemerintahan. Karena mereka akan tampak berhasil dan ini adalah modal utama mereka dalam pemilu. Lain halnya jika penilaian yang dipakai adalah angka kemiskinan.Hal ini juga membuktikan bahwa tidak adanya hubungan antara demokrasi dan kemakmuran. Indonesia misalnya, Indonesia akhirnya telah meraih “Medali Demokrasi” sebagai negara yang sangat demokratis. Medali tersebut diberikan oleh IAPC (Asiasi Internasional Konsultan Politik). Namun tetap saja tidak makmur.Kedua, kemajuan negara-negara Barat sebenarnya bukan karena demokrasi sebab, bagaimanapun, mereka masih harus berguru pada Indonesia mengenai demokrasi. Namun, mengapa mereka maju?Lihatlah realitasnya! Indonesia dan negara-negara Barat merupakan negara yang menganut paham yang sama dengan empat pemikiran dasar : sekularisme, liberalisme, demokrasi dan kapitalisme. Kegita prinsip pertamsama-sama dilaksnakan, tetapi berbeda dalam hal kapitalisme. Negara barat adalah “kapitalisme pelaku”. Banyak para pemodal mereka menguasai dunia. Adapun Indonesia adalah “kapitalise penderita”.Meskipun sama-sama memuja materialisme, tetapi penyalurannya berbeda. Mereka lebih maju dan cenderung lebih sistematis sehingga menggunakan cara-cara persuasif. Sebaliknya Indonesia yang menjadi korban lebih diwarnai suasana rekreatif dan cara-cara kasar. Namun, menipu belum tentu kalah kejam daripada merampas. Rakat United States of America (USA) terbukti sangat boros, 50 kali lipat borosnya daripada rakyat indonesia. Eksploitasi Indonesia hanyalah imbasnya.Ketiga, tentang kemenangan dalam pemilu. Bagaimanapun dmeokrasi terbukti tidak sekedar pemilu, tetapi sistem uyang mempunyai nilai, yaitu pro pemilik modal. Akan sulit menjadikan pihak yang dikenal idealis menguasai pemilu dalam waktu lama, kecuali mereka berkompromi dengan pemegang modal dengan resiko luturnya idealisme mereka. Bagaimanapun idealisme itu akan sangat sulit sekali diangkat karena berbenturan dengan kebebasan berperilaku. Kebebasn berperilaku biasnya didukung para pemilik modal, pemegang kunci kebebasan kepemilikan.ARTI ISLAMIslam berasal dari bahasa arab yaitu inqiyad yang berarti tunduk atau dari kalimat istislam li Allah yang berarti berseralh diri kepada Allah. Secara istilah, islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya/Penciptanya, mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan mengatur hubungan manusia dengan sesamanya.Dalam hubungan manusia dan Tuhannya, islam mengatur mengenai aqidah (kepercayaan) serta ibadah ritual. Sedangkan, dalam hubungan manusia dengan dirinya, islam mengatur berbagai hal yang meliputi pakaian, makanan dan minuman, perumahan dan akhlak. Selain itu, islam juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, yang meliputi muamalah dan uqubah (sanksi).Dalam muamalah, diatur hal-hal yang mengenai perkawinan, pergaulan antara laki-laki dan perepuan, perekonomian, keuangan, pemerintahan, dan hukum politik. Sedangkan uqubah (sanksi) merupakan sanksi atau hukuman bagi yang melanggar hukum syara.Sehingga dapat disimpulkan bahwa islam merupakan risalah yang bersifat universal, yang mengatur seluruh aspek dalam kehidupan manusia baik hubungan manusia dengan penciptanya, dengan dirinya sendiri dan dengan sesamanya. Selain itu, islam juga mengatur seluruh hubungan antara kehidupan dengan apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan.Dengan demikian, islam adalah sistem yang paripurna dan menyeluruh bagi seluruh kehidupan manusia. Karena itulah, maka kaum muslimin diwajibkan untuk memberlakukan total dalam sebuah negara yang memiliki bentuk tertentu dan khas yang telukis dalam sebuah sistem khilafah (sistem pemerintahan islam).PANDANGAN ISLAM TERHADAP DEMOKRASIDemokrasi dalam pandangan islam merupakan sistem pemerintahan kufur yang haram untuk diambil, diterapkan apalagi disebarluaskan. Mengapa demikian? Perhatikan penjelasan berikut ini!Demokrasi, merupakan standar format politik dalam ideologi Kapitalisme. Artinya, demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang harus diterapkan oleh negara-negara kapitalis dan negara-negara lain yang mengikuti serta meniru-niru dengara kapitalis.Menurut para penganutnya, demokrasi berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat; dengan menjalan perartuan yang dibuat sendiri oleh rakyat.Sehingga dapat digaris bawahi, bahwa aspek terpenting dalam demokrasi adalah ketatapan bahwa pihak yang berhak membuat hukum adalah manusia, bukan Tuhan. Dalam hal ini, kaum kapitalis tidak pernah membahas apakah Tuhan telah mewajibkan manusia untuk mengikuti dan menerapkan aturan tertentu dalam kehidupan mereka ataukah tidak. Bahkan, mereka tidaksedikitpun pernah memperdebatkan masalah inisama sekali. Mereka hanya menetapkan bahwa yang berhak membuat hukum adalah manusia.Bagi kaum Muslim, sikap demikian merupakan tindakan pembangkangan dan pengingkaran terhadap seluruh dalil yang qath’I tsubut (pasti sumbernya) dan qath’I dalalah (pasti pengertiannya yang mewajibkan kaum muslim untuk mengikuti syariat Allah dan membuang peraturan apapun selain syariat Allah.Kewajiban kaum muslim untuk mengikuti syariat islam yang telah ditetapkan oleh Allah SWT diterangkan oleh banyak ayat al-Qur’an. Lebih dari itu, ayat-ayat tersebut menegaskan pula siapa yang tidak mengikuti atau menerapkan syariat Allah berarti telah kafir, zalim atau fasik. Allah SWT berfirman :Artinya : “. . . Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.(Q.S. Al-Maidah:44)”Artinya : “. . . Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.(Q.S. Al-Maidah:45)”Artinya : “ . . . Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.(Q.S. Al-Maidah:47)”Artinya : “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. . . . (Q.S. A-Maidah:48)”Artinya : “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.(Q.S. Al Ahzab : 36)”dan masih banyak lagi ayat serta sabda Nabi SAW (sunah Rasul) yang menyatakan kewajiban kaum muslimin dalam melaksanakan syariat Islam.Berdasarkan nash diatas, dapat disimpulkan bahwa, siapapun yang tidak berhukum (menjalankan urusan pemerintahan) dengan apa yang diturunkan Allah, seraya meningkari hak Allah dalam menetapkan hukum – seperti halnya orang-orang yang meyakini demokrasi – adalah kafir tanpa keraguan lagi, sesuai dengan apa yang ditunjukkan nash al-Qur’an yang sangat jelas diatas. Hal ini karena tindakan tersebut, yakni tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah dan mengingkari hak membuat hukum yang dimiliki Allah, merupakan bentuk pengingkaran terhadap ayat-ayat yang qath’i dalalah. Padahal orang yang mengingkari ayat yang qath’i adalah kafir, dan ini disepakati oleh seluruh fukaha (ahli fikih).Karena itu, seorang muslim haram menerima ide demokrasi, karena demokrasi adalah suatu kekufuran dalam memberikan kepada manusia hak yang seharusnya merupakan hak Tuhan sang Pencipta semata. Lebih dari itu, setiap individu Muslim wajib membuang dan mengenyahkan demokrasi serta menentang dan melawan siapapun yang menjajakan demokrasi yang kufur itu.Lalu bagaimana pandangan islam terhadap paham-paham yang dibawa bersama demokrasi seperti sekularisme, kapitalisme, dan liberalisme? Semua paham tersebut, merupakan paham yang sangat ditentang oleh Islam.Untuk sekularisme, dalam islam – seperti yang dijelaskan diatas – ada kewajiban bagi kaum muslim untuk menerapkan hukum syariat dalam setiap aspek hidupnya, yang berarti bahwa pemisahan antara agama dan kehidupan sangat tidak mungkin dilakukan.Dan paham kapitalisme jelaslah merupakan paham yang sangat ditentang oleh Islam. Sebab dalam paham kapitalisme yang berkuasa adalah para pemilik modal, sementara dalam syariat islam kekuasaan berada pada syariat yang berarti tidak ada satu orangpun yang dapat memonopoli pemerintahan.Terakhir paham liberalisme. Paham ini merupakan paham yang sering disalah artikan, bahkan oleh kaum muslimin sendiri. Untuk itu, kita perlu melihat aspek-aspek yang membangun paham liberalisme.1. Kebebasan Berakidah (beragama)Kebebasan berakidah menurut kaum kapitalis artinya ialah manusia berhak meyakini ideologi atau agama apaun dan berhak mengingkari agama atau ide apapun. Manusia juga dianggap berhak mengubah agamanya, bahkan berhak tidak mempercayai agama sama seklai.Sebagian kaum Muslim tertipu oleh kaum kafir dan menyangka bahwa kebebasn berakidah yang dipropagandakan oleh kaum kapitalis tidak bertentangan dengan islam. Mereka beragumentasi dengan firman Allah SWT :Artinya : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);(Q.S. Al-Baqarah:256)”Artinya : “Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir . . . (Q.S. Al-Kahfi : 29)”Namun sesungguhnya, seruan dalam dua ayat tersebut terbatas hanya ditunjukkan untuk orang-orang kafir. Kaum Muslim sendiri tidak noleh memaksa orang kafir untuk masuk islam. Dalam hal ini, orang-orang kafir berhak beriman pada Islam dan berhak pula untuk mengingkarinya. Dengan demikian, kaum muslim tidak bolem mekasa mereka untuk mengimani Islam. Akan tetapi, seruan dalam dua nash tersebut tidak tepat jika diterapkan untuk kaum muslim, sebab setelah mereka beragama Islam, kaum muslim tidak diberi pilihan untuk kafir atau murtad dari Islam. Jika dia tetap bersikeras dalam kekafirannya maka ia hakan dikenai sanksi (had) sesuai dengan apa yangditetapkan untuk orang murtad yaitu hukuman mati.Sehingga dalam kamus kaum muslim, kebebasan berakidah sama sekali tidak ada. Artinya, mereka wajib untuk tetap memeluk kaidah islam. Seorang muslim, haram memeluk akidah apaun selain akidah islam, baikakidah yang selain dari islam itu berasal dari agama samawi lainnya seperti Yahudi dan Nasrani, maupun ideologi lain seperti kapitalisme dan sosialisme.Dengan demikian, jelaslah bahwa seorang muslim haram menerima ide kebebasan berakidah yang diserukan oleh orang-orang kapitalis. Bahkan dia wajib menolak dan sekaligus menentang siapapun yang menggembar-gemborkan ide tersebut.2. Kebebasan BerpendapatKebebasan berpendapat menurut orang-orang kapitalis berarti bahwa setiap orang memiliki hak untuk menyatakan pendapat apa saja di segala bidang dan segala persoalan tanpa terikat dengan batasan apapun.Kebebasan berpendapat ini sangat menarik bagi sebagaian kaum muslim, sebab mereka memang hidup tertindas di negara-negara tiranik yang melarang siapapun untuk menyatakan pendapatnya jika bertentangan dengan pendapat penguasa, walau pendapat tersebut berasal dari Islam atau dari ayat-ayat al-Qur’an atau hadis-hadis Nabi SAW. Semua pendapat ini dilarang selama yang dimaksud oleh ayat atau hadis itu bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh penguasa dan kebijakan politik yang dijalankannya.Kebebasan berpendapat juga berarti kebolehan bagi para agen barat, orang-orang munafik, orang-rang fasik, dan mush-musuh islam untuk berpropaganda menentang Islam dan menghancurkan kesatuan umat dengan memecah belahnyamenjadi berbagai bangsa, negara, kelompok dan golongan yang berbeda-beda. Kebebasan berpendapat juga membolehkan seruan-seruan yang bertolak dari fanatisme globongan seperti nasioonalisme, patriotisme dan sebagainya. Padahal islam telah memerintahkan umatnya untuk menghapuskan fanatisme golongan dan mengharakan mereka untuk menyerukannya. Bahkan, Rasulullah SAW pernah mengklsifikasikannya sebagai bangkai atau ajaran yang rusak.Memang benar, islam telah membolehkan seorang muslim untuk menyatakan pendapatnya tentang segala hal dan persoalan. Akantetapi, islam mensyaratkan bahwa pendapat tersebut wajib terpanjar dari akidah islam atau dibangun diatas akidah islam serta tetap berada di dalam koridor islam. Karena itu, seorang muslim berhak menyatakan pendapatnya sekalipun pendapat itu bertentangan dengan pendapat yang diadopsi khalifah dan berlawanan dengan pendapat mayoritas kaum muslim. Akan tetapi semua penapat ini tentu harus tetap disandarkan pada dalil-dalil syariat atau berada dalam batas-batas syariat. Lebih dari itu, islam telah mewajibkan seorang mulsim untuk menyatakan pendapatnya dan mengoreksi penguasa jika mereka bertindak zalim dan mengeluarkan pernyataan atau memerintahkan sesuatu yang dimurkai Allah. Bahkan, dalam hal ini islam mensejajarkan aktifitas semacam ini dengan jihad fi sabilillah.Sekalipun demikian, seorang muslim tidak boleh menyatakan pendapat yang bertentangan dengan Islam yakni jika pendapat itu bertentangan dengan akidab islam atau bertentang dengan pemikiran dan hukum yang terpancar dari akidah islam. Karena itu, seorang muslim tidak diperkenankan menyerukan kebebasan wanita, nasionalisme, patriotisme, dan sebagainya. Ia tidak boleh pula mempropagandakan ideologia-ideologi kufur seperti kapitalisme dansosialismeatau pemikiranapa pun yang bertentangan dengan Islam.Atas dasar inilah, seorang muslim tidak diperbolehkan menerima ide kebebasan berpendapat yang diserukan oleh orang-orang kapitalis. Sebab, segala pendapat yang dinyatakan oleh seornag muslim wajib terikat dengan hukum islam.3. Kebebasan Hak MilikTentang kebebasan hak milik, kebebasan ini diartikan bahwa manusia berhak memiliki sekaligus memanfaatkan segala sesuatu sesuka hatinya selama ia tidak melanggar hak-hak orang lain, yakni selama ia tidak melangggar hak-hak yang diakui oleh sistem kapitalisme. Artinya, manusia berhak memiliki segala sesuatu, baik yang dihalalkan oleh Allah SWT maupun yang diharamkan-Nya. Manusia juga berhak menggunakanatau mengelola apa saja yang dia miliki sekehendaknya, baik terikat dengan perintah dan larangan Allah maupun tidak sama sekali.Sesuai dengan teori tersebut, maka setiap individu berhak memilik barang-barng yang termasuk dalam pemilikan umum seperti ladang minyak, tambang besar, pantai, sungai, air yang dibutuhkan masyarakat dan barang-barang lain yang merupakan hajat hidup orang banyak. Setiap individu pun berhak memiliki barang-barang haram seperti khamr (segala sesuatu yang memabukkan), bank ribawi, dan barang-barang terlarang lainnya yang tidak boleh dimiliki menurut syariat.Menurut teori ini pula, seorang berhak memperoleh atau mengembangkan harta secara haram seperti perjudian, riba, perdagangan khamr dan obat-obat terlarang, serta usaha-usaha haram lainnya.Dengan demikian, jelaslah bahwa kebebasan hak milik sangat bertentangan dengan Islam, sehingga kaum muslim haram menerima dan mengadopsi kebebasan itu.Akibat adanya kebebasan semacam ini yang diadopsi oleh orang-orang kapitalis, meratalah berbagai bencana yang tidak pernah berhenti. Perbuatan-perbuatan hina merajalela dimana-mana dalam masyarakat kapitalis. Kejahatan teroganisir (mafia) muncul secara terang-terangan. Sikap individualisme dan egoisme diagung-agungkan hingga mampu merontokkan semangan hidup berjamaah.Kebebasan ini juga telah menimbulkan akumulasi kekayaan yang melimpah-ruah di tangan segelintir orang yang disebut sebagai para kapitalis. Dengan kelebihan kekayaannya itu, mereka berubah menjadi satu kekuatan hegemonik yang menguaai dan mengendalikan berbagai masyarakat dan negara, baik dalam rumusan politik dalam negeri maupun luar negeri.4. Kebebasan BerperilakuKebebaan berperilaku dimaknai bahwa setiap orang berhak menjalani kehidupan pribadinya sekehendaknya, dengan syarat tidak melanggar kehidupan pribadi orang lain. Berdasarkan hal itu, maka seorang pria berhak kawin atau menggauli wanita manapun selama wanita itu ridha. Dia berhak pula melakukakan penyimpangan seksual selama tidak melibatkan anak dibawah umur. Atas dasar kebebaasan ini pula, seorang berhak makan dan minum apa saja serta berpakaian seenaknya, asal dalam batas-batas peraturan umum. Antara masyarakat kapitalis yang satu dengan yang lainnya, atau dari maa kemasa lain, sudahbarang terntu terdapat perubahan dan perbeedaan dalam hal batas-batas peraturan umum tersebut.Dalam kebebasan berperilaku tidak ada tempat bagi aturan halal-haram untuk mengatur perilaku manusia. Yang penting, orang dianggap sah melakukan suatu perbuatan menurut undang-undang, padahal dapat saja undang-undang itu berubah. Agama jelas tidak mempunyai pengaruh sama sekali dalam kebebasan ini. Sebab menurut kapitalisme, peraturan yang ada memang harus dipisahkan dari agama.Penerapan kebebasan semacam ini ditengah masyarakat kapitalis telah membudayakan kebejatan dan kebobrokan moral sedemikian rupa. Akibatnya, pria dan wanitaa dalam masyarakat kapitalis sudah biasa hidup bersama tanpa ikatan pernikahan. Bahkan sesama pria atau sesma wanita dlindungi oleh undang-undang untuk melakukan tindak penyimpangan seksual (homoseksualitas dan lesbianisme).Sehingga jelaslah, bahwa seorang muslim tidak dibenarkan (diharamkan) untuk menerima ide kebebasan berperilaku tersebut, sebab ide semacam ini telah menghalakan segala sesuatu yang telah diharamkan Allah SWT. Dan wajib utuk menentang siapapun yang menyebarkan ide-ide semacam ini.Lalu bagaimanakah sistem yang diinginkan Islam? Perhatikan penjelasan berikut ini!SEKILAS MENGENAI SISTEM PEMERINTAHAN ISLAMDalam sistem pemerintahan islam, negara adalah thariqah (tuntutan operasional) satu-satunya yang secara syar’I dijadikan oleh islam untuk menerapkan dan memberlakukan hukum-hukumnya dalam kehidupan secara menyeluruh. Sehingga dalam sistem pemerintahan islam, segala sesuatunya diatur oleh syariat islam dengan Allah sebagai sumber hukumnya. Allah SWT berfirman :Artinya : “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah (Q.S. Al-An’am :57)”Artinya : “Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah (Q.S. Asy Syuura : 10)”Lalu apakah yang membedakan sistem pemerintahan islam dengan sistem pemerintahan monarki pada abad pertengahan? Disini perlu ditegsakan bahwa sistem pemerintahan islam adalah sistem yang lain samasekali dengan sistem-sistem pemerintahan yang ada di dunia. Baik dari asas yang menajdi landasan berdirinya, pemikiran, konsep, standar serta hukum-hukum yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umat.PEMERINTAHAN ISLAM BUKANLAH MONARCHIKalau sistem monarchi, pemerintahannya menerapkan sistem waris (putera mahkota), sedangkan sistem pemerintahan islam tidak mengenal sistem waris. Namun, pemerintahan akan dipegang oleh orang yang dibai’at oleh umat yang penuh ridla dan kebebasan memilih. Selain itu, dalam sistem monarchi, raja memiliki hak-hak istimewa sedangkan dalam sistem pemerintahan islam, khalifah tidak memiliki hak, selain hak yang sama dengan hak rakyat biasa. Selain itu, sistem pemerintahan Islam tidak mengenal putera mahkota. Bahakan islam menolak adanya putera mahkota. Islam telah menentukan cara memperoleh pemerintahan dengan bai’at dari umat kepada Khalifah atau imam.PEMERINTAHAN ISLAM BUKAN REPUBLIKDalam sistem republik, pemerintahan berdiri diatas pilar sistem demokrasi, yang kedaulatannya berada di tangan rakyat. Sementara sistem pemerintahan islam berdiri diatas pilar akidah islam, serta hukum-hukum syara. Dimana kedaulatan berada ditangan syara’, bukan ditangan umat.PEMERINTAHAN ISLAM BUKAN KEKAISARANSistem pemerintahan islam juga bukan sisem kekaisaran, bahkan sistem kekaisaran sangat jauh dari ajaran islam. Sebab wilayah yang diperintah dengan islam tidak sama dengan wilayah yang diperintah dengan sistem kekaisaran. Bahkan, berbeda jauh dengan sistem kekaisaran tersebut. Sebab sistem kekaisaran, tidak menganggap sama antara ras satu dengan lain dalam hal pemberlakuan hukum di dalam wilayah kekaisaran. Dimana sistem kekaisaran telah memberikan keistimewaan dalam bidang pemerintahan, keuangan dan ekonomi di wilayah pusat. Sedangkan tuntutan islam dalam bidang pemerintahan adalah menganggap sama antara rakyat yang satu dengan rakyat yang lain dalam wilayah-wilayah negara.PEMERINTAHAN ISLAM BUKAN FEDERASISistem pemerintahan islam juga bukan sistem federasi, yang membagi wilayah-wilayah nya dalam otonominya sendiri-sendiri, dan bersatu alam pemerintah secara umum. Tetapi sistem pemerintahan islam adalah sistem kesatuan yang mencakup seluruh negeri. Harta dan kekayaan seluruh wilayah negara islam dianggap satu.Pendek kata, sistem pemerintahan didalam Islam adalah sistem khilafah dengan seorang khalifah sebagai pemimpinnya. Khilafah adalah pemimpin umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan mengemban dakwah islam keseluruh penjuru dunia.Dalam khilafah, terdapat empat pilar yang menjadi unsur penegaknya, yaitu:a) Kedaulatan di Tangan Syara, yang bermakna bahwa hukum dan perundang-undangan dalam sistem khilafah diatur oleh syara’. Sehingga yang menangani dan mengendalikan aspirsi individu adalah syara’ bukan individu itu sendiri, dengan sesukanya. Melainkan, aspirasi individiu itu ditangani dan dikendalikan berdasarkan perintah-perintah dan larangan Allah. Oleh karena itu, yang berkuasa ditengah-tengah umat dan individu serta yang menangani dan mengendalikan aspirasi umat dan individu itu adalah syara’. Karena itu, kedaulatan di tangan syara’.b) Kekuasan di tangan umat, hal ini bermakna bahwa hanya umatlah yang mampu mengangkat seorang khalifah. Bai’at tersebut diberikan oleh kaum muslimin kepada khalifah, bukan oleh khalifah kepada kaum muslimin, karena merekalah yang membai’at khalifah, dimana merekalah yang sebenarnya mengangkat khalifah sebagai penguasa mereka.c) Mengangkat satu khalifah hukumnya fardlu bagi seluruh kaum muslimin, hal iini ditetapkan dalam hadis Rasulullah. Baginda Nabi bersabda :“Siapa saja yang melepaskan tangan dari keta’atan, ia akan bertemu dengan Allah di hari kiamat tanpa mempunyai hujjah, dan siapa saja yang mati sedangkan dipundaknya tidak ada bai’at, maka ia mati dalam keadaan mati jahiliah.”Melalui hadist ini, Rasulullah telah mewajibkan kepada kaum muslimin untuk membai’at (memilih/mengangkat) seorang khalifah.Hanya khalifah yang berhak melakukan tabanni (adopsi) terhadap hukum-hukum syara, hal ini didasarkan pada kaidah ushul fiqih yang sangat populer, yaitu :“Perintah imam (Khalifah) menghilangkan perselisihan (di kalangan fuqaha)”“Perintah imam (khalifah) berlaku, baik secara lahir maupun batin”“Bagi seorang sulthan (Khalifah) diperbolehkan untuk mengambil keputusan hukum sesuai dengan masalah yang terjadi.”Sehingga, jelaslah bahwa mendirikan khilafah adalah hal yang wajib (fardlu) bagi setiap kaum muslimin.

No comments: